Bullying sudah terlalu lama dianggap hal biasa di lingkungan sekolah dan kampus. Padahal, dampaknya bisa menghancurkan mental, rasa percaya diri, bahkan nyawa seseorang. Indonesia baru-baru ini diguncang oleh kasus tragis seorang mahasiswa Universitas Udayana, Timothy, yang diduga menjadi korban perundungan hingga mengakhiri hidupnya. Kasus ini bukan sekadar berita, tetapi peringatan keras bahwa budaya kekerasan verbal dan sosial masih hidup di sekitar kita.
Kasus ini membuat banyak orang sadar bahwa bullying tidak selalu terlihat seperti kekerasan fisik. Ia bisa muncul dalam bentuk tekanan sosial, ejekan halus, atau intimidasi yang dikemas sebagai “candaan”. Saat semua orang menganggapnya normal, korban justru menanggung luka yang tak terlihat.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Kasus Timothy
Menurut laporan media nasional, Timothy adalah mahasiswa aktif yang dikenal sopan dan berprestasi. Namun, di balik kesehariannya, ia diduga menghadapi tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya. Hingga akhirnya, tekanan tersebut membuatnya berada di titik putus asa.Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang betapa fatalnya efek bullying terhadap kesehatan mental mahasiswa. Di lingkungan kampus, tekanan sosial sering dibungkus dengan istilah “proses pendewasaan” atau “tradisi organisasi”. Padahal, ketika sebuah perlakuan membuat seseorang kehilangan rasa aman dan harga diri, itu sudah termasuk perundungan.
Bullying tidak harus berupa kekerasan fisik. Ia bisa datang dalam bentuk:
-
Ucapan merendahkan yang diulang terus-menerus.
-
Pengucilan dari kelompok atau organisasi.
-
Penugasan berlebihan untuk menjatuhkan mental seseorang.
-
Tekanan sosial agar korban menuruti kehendak senior.
Dari kasus ini, kita belajar bahwa tidak ada candaan yang pantas jika membuat orang lain tersakiti.

Bentuk-Bentuk Bullying yang Sering Dianggap Sepele
Banyak pelajar dan mahasiswa tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami perundungan. Bullying tidak selalu dilakukan secara terang-terangan. Berikut bentuk-bentuk yang paling sering terjadi di lingkungan kampus:
-
Bullying verbal : ejekan, hinaan, atau panggilan yang mempermalukan.
-
Bullying sosial : pengucilan dari kelompok, gosip, atau pencemaran nama baik.
-
Bullying akademik : tekanan atau manipulasi nilai, tugas, dan tanggung jawab secara tidak adil.
-
Bullying digital : komentar kasar di media sosial, penyebaran foto atau pesan pribadi.
Bentuk-bentuk ini terlihat ringan di permukaan, tapi efeknya sangat berat. Korban bisa kehilangan semangat belajar, menjauh dari teman, bahkan merasa hidupnya tidak berarti.
Luka yang Tidak Terlihat
Bullying menghancurkan perlahan. Korban sering menunjukkan tanda-tanda yang tidak disadari orang lain. Mereka mungkin tampak baik-baik saja, padahal sedang berjuang menahan beban yang berat.Beberapa dampak psikologis yang umum terjadi antara lain:
-
Depresi dan rasa cemas berkepanjangan.
-
Gangguan tidur dan konsentrasi.
-
Menurunnya kepercayaan diri dan motivasi belajar.
-
Perasaan tidak berdaya atau tidak pantas dihargai.
Jika dibiarkan, tekanan emosional ini bisa berujung pada keinginan untuk mengakhiri hidup. Inilah mengapa penting bagi kita semua untuk mengenali tanda-tanda seseorang yang sedang tertekan: menjadi pendiam, menarik diri, kehilangan minat, atau sering mengeluh kelelahan mental.
Budaya Senioritas dan Lingkungan Kampus yang Toxic
Selain itu, budaya “candaan berlebihan” juga menjadi masalah. Kalimat seperti “jangan baper” sering digunakan untuk menutupi perilaku merendahkan orang lain. Akibatnya, korban merasa suaranya tidak valid. Lingkungan seperti ini menciptakan lingkar kekerasan sosial yang sulit dihentikan jika tidak ada kesadaran bersama.
Mengapa Banyak Korban Diam
Salah satu alasan kenapa kasus bullying sulit terungkap adalah karena korban takut bicara. Beberapa alasan umum diantaranya :
-
Takut dianggap lemah atau tidak kuat mental.
-
Takut kehilangan pertemanan atau posisi sosial.
-
Takut pelaku melakukan balasan.
-
Merasa tidak ada yang akan mendengarkan.
Ketika diam menjadi pilihan, pelaku merasa aman. Padahal, diam justru membuat perilaku itu terus berulang. Di sinilah peran teman dan lingkungan menjadi penting. Satu kalimat dukungan bisa menyelamatkan nyawa seseorang yang sedang berada di ujung ketahanan mentalnya.
Teman, Kampus, dan Masyarakat adalahTanggung Jawab Bersama
Mengatasi bullying tidak bisa dilakukan sendirian. Ini tanggung jawab bersama antara mahasiswa, dosen, organisasi, dan pihak kampus. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
-
Untuk teman:Dengarkan tanpa menghakimi. Tawarkan dukungan dan ajak bicara dengan lembut. Jika situasinya berat, bantu korban mencari bantuan profesional.
-
Untuk kampus:Bentuk sistem pelaporan yang aman dan rahasia. Libatkan psikolog kampus dan lembaga mahasiswa dalam edukasi anti-bullying.
-
Untuk organisasi atau komunitas:Hapus budaya senioritas dan normalisasi kekerasan verbal. Jadikan empati dan inklusivitas sebagai nilai utama.
-
Untuk masyarakat:Edukasi tentang kesehatan mental harus digalakkan. Media dan publik perlu bijak dalam menyebarkan berita agar tidak memperparah trauma keluarga korban.
Tamparan sekaligus Cermin untuk Kita Semua
Kasus Timothy bukan sekadar kisah duka. Ini cermin bagi seluruh masyarakat akademik bahwa lingkungan pendidikan harus aman untuk semua. Jika satu mahasiswa merasa tertekan hingga kehilangan semangat hidup, berarti ada sistem yang perlu diperbaiki.Kita perlu berhenti menormalisasi kata-kata seperti “itu cuma bercanda” atau “semua orang juga pernah digituin”. Karna pada dasarnya, tidak semua orang punya daya tahan mental yang sama. dan yang perlu diingat adalah "Satu kalimat kasar yang kita ucapkan mungkin menjadi luka mendalam bagi orang lain."

Saatnya Peka dan Berani Bicara
Bullying bisa dihentikan kalau semua pihak peduli. Jangan tunggu tragedi berikutnya baru menyesal. Jika kamu melihat seseorang disakiti secara verbal atau sosial, ambil sikap. Tanyakan kabarnya. Laporkan ke pihak berwenang. Jadilah teman yang aman bagi orang di sekitarmu.Kita tidak pernah tahu beban apa yang sedang ditanggung seseorang.Kadang, satu tindakan kecil seperti mendengarkan bisa menyelamatkan nyawa.




